Menkeu Purbaya: Fokus Benahi Ekonomi Riil, Bukan “Bawah Tanah” Dulu

Share this post:

Sumber Resmi: Foto Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersumber dari laman resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia, www.kemenkeu.go.id.

VOKS, Denpasar — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah masih akan memprioritaskan perbaikan ekonomi riil ketimbang mengejar potensi pajak dari underground economy atau aktivitas ekonomi bawah tanah yang belum tercatat secara resmi.

Menurutnya, upaya mengejar pajak dari sektor bawah tanah baru bisa dilakukan jika data dan nilainya benar-benar terukur dengan jelas.

“Kalau angkanya jelas, bisa saya hitung betul, pasti kita kejar,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (28/10/2025).

Namun, ia menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada metode pasti untuk menghitung nilai ekonomi bawah tanah. Oleh karena itu, ia memilih fokus pada pembenahan ekonomi formal yang sudah terlihat datanya.

“Daripada membahas yang tidak jelas, lebih baik saya perbaiki dulu yang nyata — yang di atas tanah. Setelah itu beres, baru kita bicara yang lain,” lanjutnya.

🔍 Sulit Diukur, Potensi Hanya Perkiraan

Purbaya menyebut perhitungan potensi ekonomi bawah tanah selama ini masih sebatas dugaan.

“Namanya juga underground, pasti tebak-tebakan. Kalau bisa dihitung berarti bukan underground,” ujarnya sambil tersenyum.

Ia menegaskan bahwa mengejar potensi pajak dari sektor ini tanpa data konkret hanya akan menghasilkan “zero result” atau hasil yang nihil.

“Daripada hasilnya tidak jelas, lebih baik perbaiki yang kelihatan dulu,” tegasnya.

💰 Potensi Nilai yang Fantastis

Meski demikian, sejumlah pihak menilai potensi penerimaan negara dari underground economy cukup besar. Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Perubahan Iklim, Hashim Djojohadikusumo, sebelumnya memperkirakan nilai aktivitas ekonomi bawah tanah bisa mencapai Rp300 triliun hingga Rp600 triliun per tahun.

Menurut Hashim, pemerintah akan memanfaatkan sistem pemantauan berbasis internet untuk mendeteksi kegiatan ekonomi ilegal maupun semi-ilegal yang berpotensi menambah penerimaan negara.

“Kita sudah hitung bisa dapat ratusan triliun per tahun,” ujar Hashim dalam sebuah dialog ekonomi bersama KADIN tahun lalu.

Selain itu, hasil riset dari Universitas Indonesia yang dilakukan oleh Kharisma & Khoirunurrofik (2019) menunjukkan bahwa nilai aktivitas ekonomi bawah tanah di Indonesia mencapai sekitar Rp1.968 triliun, atau sekitar 11,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini sejalan dengan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperkirakan kontribusi ekonomi bawah tanah berada di kisaran 8–10% dari PDB nasional.

📊 Fokus Pemerintah: Memperkuat Basis Ekonomi Resmi

Purbaya menekankan bahwa pemerintah tetap membuka peluang untuk mengejar pajak dari aktivitas bawah tanah di masa depan, namun langkah itu harus dilakukan berdasarkan data valid dan sistem pengawasan yang matang.
Untuk saat ini, fokus utama tetap pada perbaikan struktur ekonomi formal, termasuk memperkuat sistem perpajakan dan memperluas basis wajib pajak dari sektor yang sudah tercatat.

“Kita perbaiki dulu yang bisa dihitung dan diawasi. Setelah itu selesai, baru bicara soal yang di bawah tanah,” pungkasnya.


🟢 Catatan VOKS:
Istilah underground economy merujuk pada aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem negara, seperti transaksi tunai tanpa pajak, perdagangan ilegal, atau usaha mikro yang belum terdaftar. Meski nilainya besar, transparansi data menjadi kunci agar kebijakan pajak bisa berjalan efektif dan adil.

Source : CNBC Indonesia
Editor : Muhammad Zharfan

Recent Post